Dikisahkan, sebuah keluarga mempunyai anak semata wayang.
Ayah dan ibu sibuk bekerja dan cenderung memanjakan si anak dengan
berbagai fasilitas. Hal tersebut membuat si anak tumbuh menjadi anak
yang manja, malas, dan pandai berdalih untuk menghindari segala macam
tanggung jawab.
Setiap kali si ibu menyuruh membersihkan kamar atau sepatunya sendiri,
ia dengan segera menjawab, "Aaaah Ibu. Kan ada si bibi yang bisa
mengerjakan semua itu. Lagian, untuk apa dibersihkan, toh nanti kotor
lagi." Demikian pula jika diminta untuk membantu membersihkan rumah atau
tugas lain saat si pembantu pulang, anak itu selalu berdalih dengan
berbagai alasan yang tidak masuk akal.
Ayah dan ibu sangat kecewa dan sedih melihat kelakuan anak tunggal
mereka. Walaupun tahu bahwa seringnya memanjakan anaklah yang menjadi
penyebab sang anak berbuat demikian. Mereka pun kemudian berpikir keras,
bagaimana cara merubah sikap si anak? Mereka pun berniat memberi
pelajaran kepada anak tersebut.
Suatu hari, atas kesepakatan bersama, uang saku yang rutin diterima
setiap hari, pagi itu tidak diberikan. Si anak pun segera protes dengan
kata-kata kasar, "Mengapa Papa tidak memberiku uang saku? Mau aku mati
kelaparan di sekolah ya?"
Sambil tersenyum si ayah menjawab, "Untuk apa uang saku, toh nanti habis lagi?"
Demikian pula saat sarapan pagi, dia duduk di meja makan tetapi tidak
ada makanan yang tersedia. Anak itu pun kembali berteriak protes, "Ma,
lapar nih. Mana makanannya? Aku buru-buru mau ke sekolah."
"Untuk apa makan? Toh nanti lapar lagi?" jawab si ibu tenang.
Sambil kebingungan, si anak berangkat ke sekolah tanpa bekal uang dan
perut kosong. Seharian di sekolah, dia merasa tersiksa, tidak bisa
berkonsentrasi karena lapar dan jengkel. Dia merasa kalau orangtuanya
sekarang sudah tidak lagi menyayanginya.
Pada malam hari, sambil menyiapkan makan malam, sang ibu berkata,
"Anakku. Saat akan makan, kita harus menyiapkan makanan di dapur.
Setelah itu, ada tanggung jawab untuk membersihkan perlengkapan kotor.
Tidak ada alasan untuk tidak mengerjakannya dan akan terus begitu selama
kita harus makan untuk kelangsungan hidup. Sekarang makan, besok juga
makan lagi. Hari ini mandi, nanti kotor, dan harus juga mandi lagi.
Hidup adalah rangkaian tanggung jawab, setiap hari harus mengulangi
hal-hal baik. Jangan berdalih, tidak mau melakukan ini itu karena
dorongan kemalasan kamu. Ibu harap kamu mengerti."
Si anak menganggukkan kepala, "Ya Ayah-Ibu, saya mulai mengerti. Saya juga berjanji untuk tidak akan mengulangi lagi."
Sikap Tanggung Jawab
Dalam kehidupan, kita selalu memikul tanggung jawab. Sedari kecil,
remaja, dewasa, hingga tua, kita akan terus menerus melakukan
aktivitas-aktivitas kecil maupun besar sebagai bentuk kewajiban yang
kita emban. Dan, jika kita mengabaikannya, dampak negatif akan kita
rasakan.
Karena itu, hanya dengan selalu melakukan kebiasaan positif, dengan
kesadaran penuh dan dilakukan secara terus menerus, maka sikap tanggung
jawab akan menjadi ciri khas kita yang dapat membawa diri pada kehidupan
yang lebih baik dan lebih bermutu.
Salam SuksesMulia!
By: @AryAgrahwan
Sumber: www.AndrieWongso.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar