Kamis, 29 November 2012

Ini Pun Akan Berlalu

Alkisah, ada seorang pengrajin emas yang sudah berumur dan terkenal di negeri itu. Selain keterampilan dan kehalusannya dalam membuat perhiasan, dia pun terkenal dengan kebijaksanaannya. Perhiasan yang dibuat acapkali dilatarbelakangi dengan cerita yang berpesan kemoralan.

Suatu hari, Raja menitahkan si pengrajin emas untuk datang menghadap.

"Paman pengrajin. Buatkan sebuah cincin untuk rajamu ini. Selain indah bentuknya, paman harus menuliskan pesan di dalam cincin itu," sabda baginda.
 
"Siap baginda raja. Kalau boleh tahu, apakah yang harus hamba tulis di cincin itu?" tanya si pengrajin dengan bangga karena kepercayaan baginda raja yang akan memakai cincin buatannya.
 
"Paman terkenal sebagai pengrajin emas yang hebat dan juga bijaksana. Nah..tuliskan di cincin itu, sesuatu yang bisa disimpulkan dari seluruh pengalaman dan perjalanan hidup paman. Agar rajamu ini bisa menjadikannya sebagai pelajaran penting dalam kehidupan mendatang. Jelas kan? Pulang dan kerjakan sebaik-baiknya. Raja akan memberikan hadiah yang bernilai bila paman berhasil memenuhi pesanan. Tapi bila tidak, ganjaran yang akan paman dapatkan!"

Sebulan kemudian, cincin yang indah dan berkilauan telah selesai dikerjakan. Dan yang kurang adalah tulisan yang diminta oleh sang Raja. Siang-malam saat mengerjakan pesanan Raja, pikirannya juga sibuk memikiran tulisan di cincin. Melewati perenungan, puasa dan doa, perlahan, huruf demi huruf diukir dengan indah di cincin emas itu hingga membentuk sebuah kalimat pendek.
 
Dengan keingintahuan yang besar, sang Raja melihat cincin sebagai sebuah maha karya yang indah dan sangat halus pembuatannya. Terdapat tulisan dengan huruf yang sangat cantik berbunyi: "Ini pun akan berlalu".


Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan


sumber: www.AndrieWongso.com

Rabu, 28 November 2012

Melepaskan Sakit Hati

"No one can make you jealous, angry, vengeful, or greedy - unless you let him. - Tak seorangpun membuat Anda cemburu, marah, mendendam, atau rakus - kecuali Anda mengijinkannya."
Napoleon Hill

Dalam pergaulan sehari-hari wajar jika kita tidak selalu bersanding dengan kemesraan bersama teman-teman maupun keluarga, kerabat, kolega bisnis dan lain sebagainya. Ada kalanya terjadi benturan kecil atau besar. Tak jarang kita juga bertemu dengan orang-orang yang bersikap negatif, misalnya senang menghina, ikut campur urusan pribadi, memotong pembicaraan, merusak kebahagiaan, menghancurkan impian, senang menertawakan merendahkan dan lain sebagainya. Benturan-benturan maupun sikap negatif tersebut dapat menimbulkan sakit hati yang luar biasa.

Tidak semua orang di antara kita berjiwa besar untuk melepaskan sakit hati tersebut. Meskipun demikian, usahakan untuk melepaskan sakit itu secepat mungkin sebelum meracuni jiwa kita. Pengalaman di sepanjang hidup saya memberikan pelajaran berharga bahwa memelihara sakit hati hanya menimbulkan kerugian dan kesulitan belaka.

Sebuah kisah berikut ini mungkin dapat memberikan gambaran yang lebih jelas betapa tidak enaknya menyimpan rasa sakit hati. Dikisahkan tentang seorang guru yang memberikan tugas cukup unik kepada para anak didiknya untuk mata pelajaran budi pekerti. Hari itu siswanya di kelas 3 SD diminta untuk memasukkan kentang kedalam sebuah kantong plastik, sesuai dengan jumlah orang yang tidak disukai. Jika siswa membenci banyak orang, maka semakin banyak pula kentang yang ia masukkan kedalam plastiknya.

Tugas selanjutnya adalah para siswa diwajibkan membawa kentang-kentang tersebut kemanapun mereka pergi selama satu minggu. Hari pertama, kedua dan ketiga para siswa masih belum banyak mengeluh. Tetapi menginjak hari ke-4 sampai hari ke-6, hampir seluruh siswa itu mengeluh, karena merasa sangat tersiksa membawa beban yang cukup berat apalagi kentang-kentang itu mulai membusuk dan berbau. Setelah satu minggu barulah kentang-kentang itu dilepaskan, murid-murid itupun merasa sangat lega.

Kisah tersebut mengisyaratkan alangkah ruginya menyimpan rasa sakit hati terus menerus. Salah satunya mungkin sakit hati itu menyebabkan tubuh kita menjadi cepat letih dan sakit. Selanjutnya, menyimpan rasa sakit hati dapat menghambat upaya kita mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi dan usaha untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Sebaliknya, bila kita berbesar hati melepaskan sakit hati itu maka kita akan lebih mudah memetik manfaat darinya. Meskipun usaha itu tidak mudah, tetapi selama Anda berkemauan maka tidak akan ada yang sulit. Semoga beberapa tips berikut ini memudahkan usaha Anda melepaskan diri dari rasa sakit hati.

Berbicara tentang upaya melepaskan diri dari sakit hati tentunya kita harus terlebih dahulu menjernihkan hati kita agar dapat memandang persoalan dengan jernih pula. Koreksilah diri sendiri, bersihkan hati dari kotoran temasuk iri, dengki, sirik, pelit, culas dan lain sebagainya. Pastikan bukan diri Anda sebenarnya yang keliru atau terlalu sensitif, sehingga orang lain berbuat sesuatu yang wajar saja tetapi bagi Anda sudah menyakitkan hati.

Bila hati nurani sudah dapat memastikan tidak ada yang salah dalam diri Anda, maka cara yang dapat Anda tempuh untuk melepaskan sakit adalah tersenyum tulus dan selalu menampilkan wajah ceria untuk melepaskan sakit hati terhadap orang yang sudah menyakiti hati Anda. Karena tanpa mereka sadari sebenarnya sikap buruk mereka justru mengasah hati nurani Anda semakin tajam. Anda sudah merasakan betapa tidak enaknya dihina, dihasut, difitnah, dimanfaatkan dan lain sebagainya, sehingga Anda tidak akan berani melakukan sikap buruk yang sama. Secara tidak langsung mereka sudah menyebabkan kebaikan-kebaikan di dalam hati nurani Anda semakin indah terpancar dalam sikap maupun perbuatan Anda.

Berusahalah bersikap manis sebagai bentuk terima kasih kepada orang yang sudah menyebabkan Anda sakit hati. Bagaimanapun juga mereka sudah menginspirasi Anda untuk mendidik diri sendiri maupun keturunan Anda untuk tidak melakukan sikap serupa. Sehingga diri Anda maupun keturunan Anda nanti lebih terkontrol untuk tidak berbuat sesuatu yang dapat menyakiti orang lain.

Tanamkan dalam pikiran Anda bahwa orang-orang yang sudah menyakiti hati Anda itu memiliki andil yang sangat besar membesarkan tekad dan kemampuan Anda. Mereka sudah membuat Anda memiliki pribadi yang kuat dan sabar. Sehingga Anda tidak mudah goyah menghadapi situasi sesulit apapun dalam upaya mengejar cita-cita dan menjadi orang yang hebat.

Ini pengalaman pribadi ketika saya bekerja di sebuah perusahaan di Malaysia belasan tahun yang lalu. Seseorang sudah berbuat culas, sehingga karir dan investasi yang saya bangun dengan susah payah hancur lebur tak bersisa dalam sekejap mata. Terus terang waktu itu saya sangat terpukul dan sakit hati atas perbuatannya.

Cukup lama saya menyimpan rasa sakit hati pada atasan saya tersebut. Tetapi kemudian saya berpikir alangkah bodohnya membiarkan kebencian merasuki pikiran saya. Susah payah saya merasakan sakitnya hati, sedangkan dia tidak ikut merasakan penderitaan saya.

Sejak saat itu saya bertekad untuk melupakan semua kenangan buruk dengan menumpahkan seluruh kekesalan pada selembar kertas lalu membakarnya. Saya bertekad bahwa kebencian saya harus lenyap seperti hancurnya kertas itu dimakan api. Memori akan perlakuan buruk itu saya jadikan semangat untuk memperbaiki keadaan, membangun usaha sampai akhirnya saya memiliki bisnis seperti sekarang ini.

Saya ingin menyimpulkan bahwa solusi paling tepat untuk melepaskan sakit hati sebenarnya hanyalah mengubah api kebencian itu menjadi api semangat untuk berbenah diri. Lepaskanlah sakit hati agar langkah Anda semakin ringan untuk mengejar impian yang lebih besar dan berarti dalam hidup Anda. Melepaskan sakit hati memungkinkan Anda menjadi manusia lebih baik dan hebat.

Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan

sumber: www.AndrieWongso.com

Selasa, 27 November 2012

Create I'm Possible Moment

"You are what you believe." Kita dan segenap kemampuan kita, hanyalah dibatasi oleh keyakinan kita kepada diri sendiri. Dari catatan sejarah kita juga bisa melihat, dalam olahraga atletik misalnya, manusia dalam waktu yang sangat panjang pernah terkungkung oleh mitos "The four-minute mile." Pada masa itu, seluruh manusia begitu yakin bahwa tidak akan pernah ada satu pun manusia yang mampu lari sejauh 1 mil (1.760 meter) dalam waktu di bawah 4 menit.

Tetapi apa yang terjadi? Pada tanggal 6 Mei 1954, Roger Banister berhasil menembus waktu 3 menit 59,6 detik. Sebuah momentum yang menjadi "Permission Granted," dan berhasil mengubah keyakinan umat manusia. Tak heran kalau dalam 4 tahun sejak Banister berhasil memecahkan mitos, ada 40 orang lain yang berhasil lari di bawah waktu 4 menit.
 
KESIMPULAN: Ternyata batas pemisah antara kejayaan dan kekalahan bukanlah sesuatu yang solid, kokoh, bahkan keras dan tebal. Pembatas itu ternyata hanyalah "persepsi" bahwa suatu impian itu mungkin atau mustahil diwujudkan! Jadi, meski barangkali jalan yang akan Anda lewati terlihat begitu sulit & tampak mustahil, bahkan seandainya saat ini Anda sudah nyaris jatuh, jangan pernah mau menyerah. Never ever give up! Ingat: jarak antara kemenangan dan kejayaan yang Anda inginkan, hanya terpisah sekat "setipis kulit ari" dari tempat di mana Anda tergoda ingin menyerah kalah.
Mari, ubah pikiran impossible dengan teriakan lantang... I'm possible!


Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan


Sumber: www.AndrieWongso.com

Senin, 26 November 2012

Kebiasaan Berterima Kasih

Kalimat sederhana "terima kasih" yang diucapkan dengan tulus dan ikhlas pada siapa pun yang telah membantu, mendukung, atau mendorong kita untuk meraih hasil terbaik dalam keseharian akan membuahkan lebih banyak kebaikan. Sebab, dengan ketulusan yang kita ungkapkan, ucapan terima kasih akan membuahkan kebahagiaan, bukan sekadar pada orang yang kita berikan ucapan, tapi juga pada orang lain yang ada di sekelilingnya.

Ibarat jalinan tali-temali, satu ucapan terima kasih yang tulus, akan membuat orang semangat dan senang. Hal ini akan menular kepada orang di sekelilingnya. Hingga, "rantai" saling bantu dan saling dukung tak berhenti pada satu pihak saja, tapi terus membentuk satu jalinan utuh kebahagiaan yang akan terus bergulir bagai bola salju.


Mari, biasakan mengucapkan terima kasih sebagai ungkapan rasa syukur. Berikan dengan tulus, sampaikan dengan kasih sayang. Maka, kekuatan jalinan kebahagiaan dalam syukur yang kita ungkap akan terus menular dan membawa lebih banyak keberkahan.

Jadi, sudahkah kita mengucapkan terima kasih pada orang yang kita cintai hari ini? 


Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan


Sumber: www.AndrieWongso.com

Kamis, 22 November 2012

Mantan Terbaik

Unjuk kebolehan dengan memamerkan otot di atas ring tinju menjadi tontonan olahraga yang menarik bagi yang melihatnya langsung maupun dari layar kaca. Tapi, akan menjadi menyeramkan jika memamerkan otot dengan tujuan yang tidak jelas dan sudah pasti bukan untuk olahraga. Terutama bagi kawula muda yang sering "pamer otot" di jalanan. Masih ingat kejadian tawuran SESAMA pelajar SMA yang baru-baru ini diberitakan oleh banyak media? Entah apa yang diperdebatkan dan diperebutkan, mereka tidak segan-segan untuk melakukan aksi saling menyerang. Tidak hanya adu mulut dengan mengucapkan kata-kata sarkasme, mereka bahkan berani untuk adu fisik. Hingga mereka juga berani untuk melakukan aksi "senggol bacok".

Kejadian yang terjadi di kawasan ibukota ini mengakibatkan banyak pelajar yang mengalami luka-luka dan salah satunya ada yang meninggal dunia. Miris memang. Tapi inilah yang terjadi. Perang antar pelajar SMA dan STM ini sudah menjadi tradisi dari generasi-generasi sebelumnya. Tradisi buruk ini sempat mengalami hilang timbul. Kemudian di tahun ini muncul kembali sampai memakan korban. Anehnya, kejadian ini melibatkan SMA yang notabene merupakan sekolah unggulan. Banyak faktor yang memicu pelajar-pelajar SMA bersikap seperti ini. Dan yang menjadi kambing hitamnya tentu kurangnya perhatian dari keluarga atau bisa juga kurang tegasnya pihak sekolah. Faktor-faktor lainnya merupakan hasil dari pergaulan.Masa-masa SMA bisa dibilang sebagai masa emas seorang remaja. Dimana mereka memiliki kesempatan untuk mengekspresikan diri untuk mencari jati diri. Rata-rata mereka lebih senang bergaul di lingkungan luar. Jika terlalu banyak bergaul dengan lingkungan yang negatif, peluang seseorang untuk melakukan hal yang negatif pun besar. Sangat disayangkan jika mereka menuangkannya ke dalam hal yang negatif. Salah satunya dengan mengedepankan kekerasan sebagai cara untuk menunjukkan eksistensi mereka.

Diluar hal itu, sebenarnya banyak cara positif yang bisa dipilih sebagai sarana untuk mengekspresikan diri. Misalnya, mengikuti kegiatan-kegiatan yang dapat menghasilkan sesuatu yang positif seperti tergabung dalam sebuah organisasi di sekolah atau luar sekolah atau mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang di fasilitasi oleh sekolah. Kreativitas bisa datang darimana saja. Bagi siswa siswi yang sudah memiliki cita-cita untuk jadi pengusaha mungkin bisa memulai dari bangku SMA. Dengan membangun usaha kreatif kecil-kecilan dan menggaet teman-teman sekitar sebagai konsumen. Hitung-hitung sambil mengasah kapasitas diri dalam berbisnis dan bisa menambah pengalaman untuk ke depannya nanti dalam membangun bisnis yang lebih besar lagi. Apalagi sekarang-sekarang ini banyak lembaga yang mulai mendukung kegiatan wirausaha sejak dini. Motivasi ini juga dapat bermanfaat untuk memajukan bangsa Indonesia seperti apa yang dikatakan oleh Bpk. Hatta Rajasa saat halal bihalal di Bandung. Beliau memiliki Master Plan untuk memajukan perekonomian Indonesia dan memberantas angka kemiskinan di tahun 2025. Salah satunya dari para pengusaha-pengusaha yang turut serta dalam memajukan perekonomian Indonesia. Kurang lebih Indonesia membutuhkan 2% pengusaha dari jumlah penduduk di Indonesia. Saat ini, angka wiraswasta di Indonesia masih kurang dari 1%.

Sebagai generasi penerus bangsa, kita patut memikirkan hal tersebut. Apalagi sebagai siswa yang terpelajar. Tidak ada salahnya kita mulai memikirkan tentang kesuksesan sejak dini. Disaat terlintas pikiran tersebut, alangkah baiknya jika langsung mempraktekannya. Untuk apa menuangkan hal-hal negatif di masa-masa sekolah? Bukannya catatan prestasi yang diraih melainkan catatan kriminal yang di koleksi.

FYI, bagi yang memikirkan eksistensi coba baca statement ini "Eksistensi tidak hanya untuk orang-orang yang suka gelut bahkan tawuran. Jika ingin tampil macho dan pamer otot, lebih baik di ring tinju dan ikuti pelatihan dengan komite tinju". Hal ini tidak menutup kemungkinan orang yang terlibat dalam tawuran. Peluang menjadi "Mantan Preman" masih terbuka andaikan ada kemauan dan mau melakukan perubahan. Mantan terbaik adalah "Mantan Preman" sedangkan mantan terburuk adalah ketika menjadi "Mantan Siswa Berprestasi". Tidak ada salahnya berubah dari buruk menjadi baik. Tuhan juga akan memuliakan orang-orang yang berusaha untuk menjadi sosok yang lebih baik dari sebelumnya. Tuhan tidak akan menutup mata-Nya. Yang diperlukan adalah kesadaran bahwa hal tersebut adalah perbuatan yang dapat merugikan banyak orang. Orangtua, guru, sekolah dan lingkungan juga akan dicap buruk oleh masyarakat. Jangan berpikir bahwa tidak ada jalan untuk menjadi siswa yang kreatif, jangan takut untuk melakukan kebenaran. Bisa dimulai dari hobi-hobi positif. Dari hobi bisa menghasilkan sesuatu yang dapat dibanggakan. Apalagi sekarang ini sudah banyak program-program yang mendukung wirausaha mandiri sejak dini merupakan kabar gembira untuk di jalani. Banyak usaha-usaha kecil yang awalnya dari buah kreativitas seseorang. Pilih mana? Dikenal sebagai siswa tukang gelut atau siswa tukang bisnis? "Mantan Preman" atau "Mantan Siswa Berprestasi"? 


Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan


Sumber: www.axltwentynine.com


 

Rabu, 21 November 2012

Sikap Tanggung Jawab

Dikisahkan, sebuah keluarga mempunyai anak semata wayang. Ayah dan ibu sibuk bekerja dan cenderung memanjakan si anak dengan berbagai fasilitas. Hal tersebut membuat si anak tumbuh menjadi anak yang manja, malas, dan pandai berdalih untuk menghindari segala macam tanggung jawab.

Setiap kali si ibu menyuruh membersihkan kamar atau sepatunya sendiri, ia dengan segera menjawab, "Aaaah Ibu. Kan ada si bibi yang bisa mengerjakan semua itu. Lagian, untuk apa dibersihkan, toh nanti kotor lagi." Demikian pula jika diminta untuk membantu membersihkan rumah atau tugas lain saat si pembantu pulang, anak itu selalu berdalih dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal.

Ayah dan ibu sangat kecewa dan sedih melihat kelakuan anak tunggal mereka. Walaupun tahu bahwa seringnya memanjakan anaklah yang menjadi penyebab sang anak berbuat demikian. Mereka pun kemudian berpikir keras, bagaimana cara merubah sikap si anak? Mereka pun berniat memberi pelajaran kepada anak tersebut.

Suatu hari, atas kesepakatan bersama, uang saku yang rutin diterima setiap hari, pagi itu tidak diberikan. Si anak pun segera protes dengan kata-kata kasar, "Mengapa Papa tidak memberiku uang saku? Mau aku mati kelaparan di sekolah ya?"
Sambil tersenyum si ayah menjawab, "Untuk apa uang saku, toh nanti habis lagi?"

Demikian pula saat sarapan pagi, dia duduk di meja makan tetapi tidak ada makanan yang tersedia. Anak itu pun kembali berteriak protes, "Ma, lapar nih. Mana makanannya? Aku buru-buru mau ke sekolah."
"Untuk apa makan? Toh nanti lapar lagi?" jawab si ibu tenang.

Sambil kebingungan, si anak berangkat ke sekolah tanpa bekal uang dan perut kosong. Seharian di sekolah, dia merasa tersiksa, tidak bisa berkonsentrasi karena lapar dan jengkel. Dia merasa kalau orangtuanya sekarang sudah tidak lagi menyayanginya.

Pada malam hari, sambil menyiapkan makan malam, sang ibu berkata, "Anakku. Saat akan makan, kita harus menyiapkan makanan di dapur. Setelah itu, ada tanggung jawab untuk membersihkan perlengkapan kotor. Tidak ada alasan untuk tidak mengerjakannya dan akan terus begitu selama kita harus makan untuk kelangsungan hidup. Sekarang makan, besok juga makan lagi. Hari ini mandi, nanti kotor, dan harus juga mandi lagi. Hidup adalah rangkaian tanggung jawab, setiap hari harus mengulangi hal-hal baik. Jangan berdalih, tidak mau melakukan ini itu karena dorongan kemalasan kamu. Ibu harap kamu mengerti."
Si anak menganggukkan kepala, "Ya Ayah-Ibu, saya mulai mengerti. Saya juga berjanji untuk tidak akan mengulangi lagi."

Sikap Tanggung Jawab

Dalam kehidupan, kita selalu memikul tanggung jawab. Sedari kecil, remaja, dewasa, hingga tua, kita akan terus menerus melakukan aktivitas-aktivitas kecil maupun besar sebagai bentuk kewajiban yang kita emban. Dan, jika kita mengabaikannya, dampak negatif akan kita rasakan.
Karena itu, hanya dengan selalu melakukan kebiasaan positif, dengan kesadaran penuh dan dilakukan secara terus menerus, maka sikap tanggung jawab akan menjadi ciri khas kita yang dapat membawa diri pada kehidupan yang lebih baik dan lebih bermutu.


Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan


Sumber: www.AndrieWongso.com

Selasa, 20 November 2012

Selembar Cek


Di sebuah keluarga, tinggallah seorang ayah dengan putra tunggalnya yang sebentar lagi lulus dari perguruan tinggi. Sang ibu beberapa tahun yang lalu telah meninggal dunia. Mereka berdua memiliki kesamaan minat yakni mengikuti perkembangan produk otomotif.

Suatu hari, saat pameran otomotif berlangsung, mereka berdua pun ke sana. Melihat sambil berandai-andai. Seandainya tabungan si ayah mencukupi, kira-kira mobil apa yang sesuai budget yang akan di beli. Sambil bersenda gurau, sepertinya sungguh-sungguh akan membeli mobil impian mereka.

Menjelang hari wisuda, diam-diam si anak menyimpan harapan dalam hati, "Mudah-mudahan ayah membelikan aku mobil, sebagai hadiah kelulusanku. Setelah lulus, aku pasti akan memasuki dunia kerja. Dan alangkah hebatnya bila saat mulai bekerja nanti aku bisa berkendara ke kantor dengan mobil baru," harapnya dengan senang. Membayangkan dirinya memakai baju rapi berdasi, mengendarai mobil ke kantor.

Saat hari wisuda tiba, ayahnya memberi hadiah bingkisan yang segera dibukanya dengan harap-harap cemas. Ternyata isinya adalah sebuah kitab suci di bingkai kotak kayu berukir indah. Walaupun mengucap terima kasih tetapi hatinya sungguh kecewa. "Bukannya aku tidak menghargai hadiah dari ayah, tetapi alangkah senangnya bila isi kotak itu adalah kunci mobil," ucapnya dalam hati sambil menaruh kitab suci kembali ke kotaknya.

Waktu berlalu dengan cepat, si anak diterima kerja di kota besar. Si ayah pun sendiri dalam kesepian. Karena usia tua dan sakit-sakitan, tak lama si ayah meninggal dunia tanpa sempat meninggalkan pesan kepada putranya.

Setelah masa berkabung selesai, saat sedang membereskan barang-barang, mata si anak terpaku melihat kotak kayu hadiah wisudanya yang tergeletak berdebu di pojok lemari. Dia teringat itu hadiah ayahnya saat wisuda yang diabaikannya. Perlahan dibersihkannya kotak penutup, dan untuk pertama kalinya kitab suci hadiah pemberian si ayah dibacanya.

Saat membaca, tiba-tiba sehelai kertas terjatuh dari selipan kitab suci. Alangkah terkejutnya dia. Ternyata isinya selembar cek dengan nominal sebesar harga mobil yang diinginkan dan tertera tanggalnya persis pada hari wisudanya.

Sambil berlinang airmata, dia pun tersadar. Terjawab sudah, kenapa mobil kesayangan ayahnya dijual. Ternyata untuk menggenapi harga mobil yang hendak dihadiahkan kepadanya di hari wisuda. Segera ia pun bersimpuh dengan memanjatkan doa, "Ayah maafkan anakmu yang tidak menghargai hadiahmu …. Walau terlambat, hadiah Ayah telah kuterima…… Terima kasih Ayah.. Semoga Ayah berbahagia di sisiNYA, amin".

Tidak jarang para orang tua memberi perhatian dengan alasan dan caranya masing-masing. Tetapi dalam kenyataan hidup, karena kemudaan usia anak dan emosi yang belum dewasa, seringkali terjadi kesalahfahaman pada anak dalam menerjemahkan perhatian orang tua.

Jangan cepat menghakimi sekiranya harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Sebaliknya tidak menjadikan kita manja hingga selalu menuntut permintaan.

Mari belajar menjadi anak yang pandai menghargai setiap perhatian orang tua. 


Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan

Sumber: www.AndrieWongso.com

Selasa, 13 November 2012

The Point Of No Return

Ungkapan terkenal "The Point of No Return" (tidak ada jalan untuk kembali) bisa kita artikan: satu-satunya peluang adalah terus melangkah dan menaklukkan apa pun yang ada di hadapan kita.

Seseorang yang menghadapi "jalan buntu" akan menghadapi dua kemungkinan. Pertama, ia akan menerima apa adanya dan menyerah pada nasib sampai akhirnya mati sia-sia. Atau kedua, ia berpikir dan mengerahkan segala upaya dan kemampuannya untuk menemukan jalan selamat.
 
Keadaan terdesak, tak selalu merupakan akhir dari segalanya. Untuk mereka yang mau mengeksplorasi segala sumber daya, justru akan menemukan kreativitasnya. Ada banyak orang yang setelah di-PHK dan gagal menemukan pekerjaan baru, justru berhasil membangun usaha sendiri. Karena mereka tak ada pilihan lain, satu-satunya cara bertahan hidup adalah fokus pada usaha kecilnya. Lama-lama usaha itu semakin berkembang dan mereka malah sukses jadi pengusaha, dengan pendapat jauh lebih besar dari gaji sebelumnya.
 
Karena itu, ketika kita menghadapi masalah yang sulit dipecahkan, tak perlu merasa hidup akan berakhir. Mungkin di sanalah, sumber sukses kita tersembunyi. Kuncinya adalah fokus mencari solusi. Jika masalah terpecahkan, sukses siap menjemput.

Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan

Sumber: www.AndrieWongso.com

Senin, 12 November 2012

Pedagang dan Nelayan

Suatu hari, seorang pedagang kaya datang berlibur ke sebuah pulau yang masih asri dan agak terpencil letaknya. Saat merasa bosan, dia berjalan-jalan keluar dari villa tempat dia menginap dan menyusuri tepian pantai. Lalu, dia melihat di dekat dinding karang, seseorang sedang duduk menunggui stik pancing. Dia pun menghampiri sambil menyapa,

"Selamat siang.. Sedang memancing, Pak?"

Sambil menoleh si nelayan menjawab, "Benar, Tuan. Mancing satu-dua ikan untuk makan malam keluarga kami."

"Lho, kenapa cuma satu-dua ikan pak? Kan banyak ikan di laut ini. Kalau bapak mau sedikit lebih lama duduk disini, tiga-empat ekor ikan pasti dapat kan?" Si pedagang dalam hatinya mulai menilai si nelayan sebagai orang malas.

"Apa gunanya buat saya?" tanya si nelayan keheranan.

"Ambil satu-dua ekor ikan untuk disantap keluarga bapak. Sisanya kan bisa dijual. Hasil penjualan ikan bisa ditabung untuk membeli alat pancing yang lebih baik sehingga hasil pancingan bapak bisa lebih banyak lagi," katanya menjelaskan, dengan nada menggurui.

"Ah, apa gunanya bagi saya?" tanya si nelayan semakin keheranan.

"Begini, Pak. Dengan uang tabungan yang lebih banyak, bapak bisa membeli jala. Bila hasil tangkapan ikan semakin banyak, uang yang dihasilkan juga lebih banyak, bapak bisa saja membeli sebuah perahu. Dari satu perahu bisa bertambah menjadi armada penangkapan ikan. Bapak bisa memiliki perusahaan sendiri. Suatu hari bapak akan menjadi seorang nelayan yang kaya raya."

Nelayan yang sederhana itu memandang si turis dengan penuh tanda tanya dan kebingungan. Dia berpikir, laut dan tanah telah menyediakan banyak makanan bagi dia dan keluarganya, mengapa harus dihabiskan untuk mendapatkan uang? Mengapa dia ingin merampas kekayaan alam sebanyak-banyaknya untuk dijual kembali. Sungguh tidak masuk diakal ide yang ditawarkan kepadanya.

Sebaliknya, merasa hebat dengan ide bisnisnya si pedagang kembali meyakinkan, "Kalau bapak mengikuti saran saya, bapak akan menjadi kaya dan bisa memiliki apa pun yang bapak mau."

"Apa yang bisa saya lakukan bila saya memiliki banyak uang?" tanya si nelayan.

"Bapak bisa melakukan hal yang sama seperti saya lakukan, setiap tahun bisa berlibur, mengunjungi pulau seperti ini, duduk di dinding pantai sambil memancing."

"Lho, bukankan hal itu yang setiap hari saya lakukan tuan, kenapa harus menunggu berlibur baru memancing?" kata si nelayan menggeleng-gelengkan kepalanya semakin heran.

Mendengar jawaban si nelayan, si pedagang seperti tersentak kesadarannya bahwa untuk menikmati memancing ternyata tidak harus menunggu kaya raya.

Pepatah mengatakan, "Jangan mengukur baju dengan badan orang lain." Si pedagang mungkin benar melalui analisa bisnisnya. Dia pun merasa apa yang dilakukan oleh si nelayan terlalu sederhana dan monoton. Berusaha dan berjuang mendapatkan uang dan kekayaan sebanyak-banyaknya adalah hal yang wajar.

Sedangkan bagi si nelayan, dengan pikiran yang sederhana, mampu menerima apapun yang diberikan oleh alam dengan puas dan ikhlas. Sehingga hidup dijalani setiap hari dengan rasa syukur dan berbahagia.

Memang ukuran "bahagia", masing-masing orang pastilah tidak sama. Semua kembali kepada keikhlasan dan cara kita mensyukuri, apapun yang kita miliki saat ini!

Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan

Sumber: www.AndrieWongso.com
 

Kamis, 01 November 2012

Do'a dan Usaha


Dikisahkan, ada seorang pemuda sedang naik sepeda motor di jalan raya. Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya seperti ditumpahkan dari langit. Dengan segera ditepikan sepeda motornya untuk berteduh di emper sebuah toko. Dia pun membuka helm yang dikenakan dan segera perhatiannya tercurah pada langit di atas yang berlapis awan kelabu.

Sambil menggigil kedinginan, bibirnya tampak berkomat-kamit melantunkan doa, "Tuhan, tolong hentikan hujan yang kau kirim ini. Engkau tahu, saya sedang didesak keadaan harus segera tiba di tempat tujuan. Please Tuhan..., please... Tolong dengarkan doa hambamu ini." Dan tak lama kemudian tiba-tiba hujan berhenti dan segera si pemuda melanjutkan perjalanannya sambil mengucap syukur dan berterima kasih kepada Tuhan yang telah mendengar dan mengabulkan doanya.

Di waktu yang berbeda, di cuaca yang masih tidak menentu, lagi-lagi hujan turun cukup deras dan kembali si pemuda berdoa memohon Tuhan menghentikan hujan. Tetapi kali ini hujan tidak berhenti bahkan semakin deras mengguyur bumi. Di tengah menunggu berhentinya hujan, si pemuda sadar, dia harus berupaya menemukan dan membeli jas hujan untuk mengantisipasi saat berkendaraan di tengah hujan. Kali ini, walaupun terlambat, dia belajar sesuatu hal yakni ada saatnya mengucap doa tetapi juga harus disertai dengan usaha yaitu menyiapkan jas hujan.

Suatu hari, di waktu yang berbeda,si pemuda ke kantor tanpa sepeda motornya karena mogok akibat kebanjiran. Hujan yang kembali turun, tetapi jas hujan yang telah dibeli, saat dibutuhkan tiba-tiba raib entah kemana. Dia pun mulai bertanya kesana kemari, barangkali ada yang bersedia meminjamkan payung atau apapun untuk melindunginya dari terpaan guyuran hujan. Dan kembali, ia pun memanjatkan doa. Eh,tiba-tiba seorang teman yang bersiap hendak meninggalkan tempat itu dengan berkendaraan mobil berkata, "Hai teman, kalau kita searah jalan. Ayo ikut aku sekalian. Aku antar sampai tempat tujuanmu dan dijamin tidak kehujanan, oke?" Maka si pemuda itu pun mendapat tumpangan dan pulang ke rumah dengan selamat.

Peristiwa alam yang sama, yakni turunnya hujan, telah mengajarkan si pemuda bahwa selain doa, harus usaha dan akhirnya berserah. Karena jika kita mau membuka hati, ternyata Tuhan tidak pernah meninggalkan kita tetapi kitalah yang harus berupaya dengan segala cara dan pikiran yang telah dikaruniakan Tuhan kepada kita. 


Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan

Sumber: www.AndrieWongso.com