Bertahun-tahun silam, barangkali
kita tidak akan pernah membayangkan betapa mudahnya orang berkomunikasi.
Telepon mahal. Telegram merepotkan. Surat-menyurat pun butuh waktu lama.
Sekarang? Semua seolah tinggal klik. Duduk manis di depan komputer, terhubung
ke internet. Kita pun sudah siap melanglang buana, meski hanya melalui dunia
maya. Sungguh mengesankan. Dulu, barang dan benda teknologi yang sepertinya
hanya khayalan, kini dengan mudah kita dapatkan.
Jika
ditilik jauh ke belakang, kita akan menemukan, betapa banyak orang-orang
berjasa besar yang memungkinkan semuanya terjadi. Dan, satu yang harus kita
garis bawahi. Mereka semua menciptakan berbagai inovasi tidak dalam satu dua
hari. Berbulan, bahkan bertahun-tahun. Tak jarang, hinaan dan celaan sering
kali mereka terima. Ada yang meragukan, ada yang menyangsikan, ada yang bahkan
menganggap mereka gila hingga harus diasingkan. Tapi, besarnya impian
masing-masing, mereka bayar dengan perjuangan yang mati-matian.
Kita
tentu masih ingat kisah klasik Thomas Alva Edison yang menemukan bohlam lampu
setelah ribuan kali gagal. Jika hidup pada era tersebut, barang kali kita juga
akan mengira betapa gilanya Edison. Sudah gagal lebih dari 9 ribu kali untuk
mengikuti "keyakinannya" bahwa ia bisa menciptakan inovasi dunia,
namun tetap saja mencoba dan mencoba lagi.
Bahkan,
jika ia hidup dan melakukannya pada zaman sekarang, barangkali orang akan
segera mengindentifikasikan Edison sebagai orang stres atau kurang kerjaan.
Tapi, apa yang terjadi dengan Edison? Ia "membayar" semua
keyakinannya itu dengan terus dan terus mencoba lagi. Hasilnya-konon-di
percobaan ke 10 ribu, ia berhasil mewujudkan impiannya. Hingga, ia pun terkenal
dengan ucapannya, bahwa dirinya tak pernah gagal, hanya saja ia menemukan 9999
cara yang belum berhasil. Dan, setelah melewati berbagai bentuk perjuangan itu,
dia pun menjadi inovator dunia yang sangat sukses dan kaya.
Pertanyaannya
kemudian, apakah di penemuan ke-10 ribu itu sebenarnya Edison
"beruntung" mendapat formula yang pas sehingga berhasil, atau ia
memang telah pada "puncak" di mana ia pasti akan mendapat formula itu
setelah berkali-kali gagal namun terus maju lagi? Sebagian besar orang
pasti akan berpikir dan setuju, bahwa faktor yang kedua itulah yang membuatnya
berhasil. Ia bukan beruntung, tapi memang karena telah bekerja keras sehingga
berhasil. Namun, jika pertanyaannya kita lontarkan tanpa tahu bagaimana ia
harus mencoba dan sampai gagal 9 ribu kali lebih, barangkali orang akan
menjawab: ia beruntung!
Sama
halnya yang sering kita jumpai pada ungkapan banyak orang tentang keberhasilan
orang lain saat ini. "Ah.. dia beruntung banget...." Atau "Ah,
dia bisa begitu karena beruntung..." Saya jadi teringat sebuah ungkapan
dalam bahasa Jawa: "Wong bodho kalah karo wong pinter, wong pinter
kalah karo wong bejo" atau dalam arti harfiahnya "Orang bodoh
kalah dengan orang pandai, tapi orang pandai kalah dengan orang yang
beruntung." Jika dipahami dalam arti yang sempit, seolah-olah di sini
orang yang bejo atau beruntung adalah "sekadar" mendapat berkah,
sehingga ia bisa memperoleh apa yang didambakan dengan mudah. Tapi, apakah
memang itu yang terjadi?
Bagi
saya sendiri, bejo atau beruntung itu adalah buah perjuangan. Tak ada
yang datang hanya secara kebetulan, tanpa ada yang mendasari. Karena itu, untuk
jadi beruntung, sebenarnya pasti ada rentetan peristiwa di belakangnya. Atau,
agar kita beruntung, ada banyak "cara" dan "jalan" yang
pasti telah kita lakukan sehingga kita sampai pada apa yang disebut orang
sebagai beruntung.
Ada
dua buah buku yang menyebut hal yang senada. Yang paling terkenal adalah karya
Profesor Richard Wiseman yang menulis buku The Luck Factor. Hal senada
juga ditulis oleh Max Gunther. Keduanya memang menyebut bahwa keberuntungan
adalah hal atau kejadian menyenangkan yang mampu mengubah hidup jadi lebih baik.
Dan, melalui berbagai penelitian yang dilakukan, ternyata antara orang yang
beruntung dan tidak, ternyata memiliki pola hidup dan sikap yang berbeda.
Disebutkan bahwa orang yang beruntung biasanya lebih ramah dengan orang lain,
lebih rajin, lebih percaya diri, selalu memiliki pikiran positif, sabar, tak
takut risiko, hingga suka bekerja keras. Melalui "kombinasi" sifat
dan sikap itulah, orang jadi cenderung gampang bejo atau beruntung.
Maka,
jika dikembalikan pada kisah Thomas Alva Edison, sebenarnya bisa dikatakan
bahwa ia memang orang yang bejo. Namun, ia mendapatkan semuanya setelah
melalui sifat dan sikap dengan terus mau bekerja keras untuk mewujudkan
impiannya. Karena itu, jika ingin meningkatkan keberuntungan kita-lebih
cepat sukses, lebih cepat kaya, lebih cepat menggapai impian-tingkatkan sifat
dan sikap kaya mental dalam keseharian. Mari, jemput bersama keberuntungan
kita!!
Salam SuksesMulia!
By: @AryAgrahwan
Sumber: www.AndrieWongso.com