Rabu, 31 Oktober 2012

Bejo (Beruntung)


Bertahun-tahun silam, barangkali kita tidak akan pernah membayangkan betapa mudahnya orang berkomunikasi. Telepon mahal. Telegram merepotkan. Surat-menyurat pun butuh waktu lama. Sekarang? Semua seolah tinggal klik. Duduk manis di depan komputer, terhubung ke internet. Kita pun sudah siap melanglang buana, meski hanya melalui dunia maya. Sungguh mengesankan. Dulu, barang dan benda teknologi yang sepertinya hanya khayalan, kini dengan mudah kita dapatkan.

Jika ditilik jauh ke belakang, kita akan menemukan, betapa banyak orang-orang berjasa besar yang memungkinkan semuanya terjadi. Dan, satu yang harus kita garis bawahi. Mereka semua menciptakan berbagai inovasi tidak dalam satu dua hari. Berbulan, bahkan bertahun-tahun. Tak jarang, hinaan dan celaan sering kali mereka terima. Ada yang meragukan, ada yang menyangsikan, ada yang bahkan menganggap mereka gila hingga harus diasingkan. Tapi, besarnya impian masing-masing, mereka bayar dengan perjuangan yang mati-matian.

Kita tentu masih ingat kisah klasik Thomas Alva Edison yang menemukan bohlam lampu setelah ribuan kali gagal. Jika hidup pada era tersebut, barang kali kita juga akan mengira betapa gilanya Edison. Sudah gagal lebih dari 9 ribu kali untuk mengikuti "keyakinannya" bahwa ia bisa menciptakan inovasi dunia, namun tetap saja mencoba dan mencoba lagi.

Bahkan, jika ia hidup dan melakukannya pada zaman sekarang, barangkali orang akan segera mengindentifikasikan Edison sebagai orang stres atau kurang kerjaan. Tapi, apa yang terjadi dengan Edison? Ia "membayar" semua keyakinannya itu dengan terus dan terus mencoba lagi. Hasilnya-konon-di percobaan ke 10 ribu, ia berhasil mewujudkan impiannya. Hingga, ia pun terkenal dengan ucapannya, bahwa dirinya tak pernah gagal, hanya saja ia menemukan 9999 cara yang belum berhasil. Dan, setelah melewati berbagai bentuk perjuangan itu, dia pun menjadi inovator dunia yang sangat sukses dan kaya.

Pertanyaannya kemudian, apakah di penemuan ke-10 ribu itu sebenarnya Edison "beruntung" mendapat formula yang pas sehingga berhasil, atau ia memang telah pada "puncak" di mana ia pasti akan mendapat formula itu setelah berkali-kali gagal namun terus maju lagi? Sebagian besar orang pasti akan berpikir dan setuju, bahwa faktor yang kedua itulah yang membuatnya berhasil. Ia bukan beruntung, tapi memang karena telah bekerja keras sehingga berhasil. Namun, jika pertanyaannya kita lontarkan tanpa tahu bagaimana ia harus mencoba dan sampai gagal 9 ribu kali lebih, barangkali orang akan menjawab: ia beruntung!

Sama halnya yang sering kita jumpai pada ungkapan banyak orang tentang keberhasilan orang lain saat ini. "Ah.. dia beruntung banget...." Atau "Ah, dia bisa begitu karena beruntung..." Saya jadi teringat sebuah ungkapan dalam bahasa Jawa: "Wong bodho kalah karo wong pinter, wong pinter kalah karo wong bejo" atau dalam arti harfiahnya "Orang bodoh kalah dengan orang pandai, tapi orang pandai kalah dengan orang yang beruntung." Jika dipahami dalam arti yang sempit, seolah-olah di sini orang yang bejo atau beruntung adalah "sekadar" mendapat berkah, sehingga ia bisa memperoleh apa yang didambakan dengan mudah. Tapi, apakah memang itu yang terjadi?

Bagi saya sendiri, bejo atau beruntung itu adalah buah perjuangan. Tak ada yang datang hanya secara kebetulan, tanpa ada yang mendasari. Karena itu, untuk jadi beruntung, sebenarnya pasti ada rentetan peristiwa di belakangnya. Atau, agar kita beruntung, ada banyak "cara" dan "jalan" yang pasti telah kita lakukan sehingga kita sampai pada apa yang disebut orang sebagai beruntung.

Ada dua buah buku yang menyebut hal yang senada. Yang paling terkenal adalah karya Profesor Richard Wiseman yang menulis buku The Luck Factor. Hal senada juga ditulis oleh Max Gunther. Keduanya memang menyebut bahwa keberuntungan adalah hal atau kejadian menyenangkan yang mampu mengubah hidup jadi lebih baik. Dan, melalui berbagai penelitian yang dilakukan, ternyata antara orang yang beruntung dan tidak, ternyata memiliki pola hidup dan sikap yang berbeda. Disebutkan bahwa orang yang beruntung biasanya lebih ramah dengan orang lain, lebih rajin, lebih percaya diri, selalu memiliki pikiran positif, sabar, tak takut risiko, hingga suka bekerja keras. Melalui "kombinasi" sifat dan sikap itulah, orang jadi cenderung gampang bejo atau beruntung.

Maka, jika dikembalikan pada kisah Thomas Alva Edison, sebenarnya bisa dikatakan bahwa ia memang orang yang bejo. Namun, ia mendapatkan semuanya setelah melalui sifat dan sikap dengan terus mau bekerja keras untuk mewujudkan impiannya. Karena itu, jika ingin meningkatkan keberuntungan kita-lebih cepat sukses, lebih cepat kaya, lebih cepat menggapai impian-tingkatkan sifat dan sikap kaya mental dalam keseharian. Mari, jemput bersama keberuntungan kita!!

Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan

Sumber: www.AndrieWongso.com

Selasa, 30 Oktober 2012

Jadi Aktor bukan Reaktor!

Tadi pagi, dua orang sahabat menghampiri sebuah lapak untuk membeli beberapa koran serta majalah. Penjualnya ternyata melayani dengan buruk wajahnya pun cemberut.

Orang pertama jelas jengkel menerima layanan yang burunk seperti  itu. Yang mengherankan, orang kedua tetap enjoy, bahkan bersikap sopan kepada penjual itu. Orang pertama itu bertanya kepada sahabatnya “Hei, kenapa kamu bersikap sopan terhadap penjual menyebalkan itu?” Sahabatnya menjawab “Lho, kenapa aku harus mengizinkan dia menentukanku caraku dalam bertindak?” kitalah sang penentu atas kehidupan kita, bukan oranglain. “tapi dia melayani kita dengan buruk sekali” bantah orang pertama yang masih kesal terhadap penjual.

“Ya itu masalah dia, dia mau badmood, tidak sopan, melayani dengan buruk dan lainnya, toh itu ngga ada kaitannya dengan kita. Kalau kita sampai terpengaruh, berarti kita membiarkan dia mengatur dan mempengaruhi hidup kita. Padahal kitalah sendiri yang bertanggung jawab atas diri sendiri.”

Itu pointnya!! Seandainya ada orang yang melakukan hal yang buruk terhadap kita, jangan pernah biarkan orang tersebut menentukan cara kita bertindak. Sayangnya, seringkali kita tidak berbuat demikian. Tindakan kita kerap dipengaruhi  oleh tindakan oranglain kepada kita. Kalau mereka melakukan hal yang buruk, kita akan membalasnya dengan hal yang lebih buruk lagi. Kalau mereka pelit, kita yang semula pemurah tiba-tiba jadinya sedemikian pelit kalau harus bertemu dengan orang itu.

Mari renungkan. Mengapa tindakan kita harus dipengaruhi oleh orang lain? Mengapa harus berbuat baik saja, kita harus menunggu diperlakukan dengan baik oleh orang lain dulu? Jaga suasana hati. Jangan biarkan sikap buruk orang lain kepada kita menentukan cara kita bertindak! Pilih untuk tetap berbuat baik, sekalipun menerima hal yang tidak baik. Be an ‘Actor’ not a ‘Reactor’.


Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan

Sumber: Saya dapat dari broadcast message diblackberry, terimakasih bagi yang sudah punya ide

Rabu, 17 Oktober 2012

Ulat kecil

Dikisahkan, ada seekor ulat kecil sejak lahir menetap di daerah yang tidak cukup air, sehingga sepanjang hidupnya, dia selalu kekurangan makanan. Di dalam hati kecilnya ada keinginan untuk pindah dari rumah lamanya demi mencari kehidupan dan lingkungan yang baru. Tapi dari hari ke hari dia tidak juga memiliki keberanian untuk melaksanakan niatnya. Hingga suatu hari, karena kondisi alam yang semakin tidak bersahabat, si ulat terpaksa membulatkan tekat memberanikan diri keluar dari rumahnya, mulai merayap ke depan tanpa berpaling lagi ke belakang.

Setelah berjalan agak jauh, dia mulai merasa bimbang. Katanya dalam hati, "Jika aku sekarang berbalik kembali ke rumah lama rasanya masih keburu, mumpung aku belum berjalan terlalu jauh. Karena kalau aku berjalan lebih jauh lagi, jangan-jangan jalan pulang pun takkan kutemukan lagi. Mungkin aku akhirnya aku tersesat dan... entah bagaimana nasibku nanti!"

Ketika si ulat sedang maju mundur penuh kebimbangan dan pertimbangan, tiba-tiba ada sebuah suara menyapa di dekatnya, "Halo ulat kecil! Apa kabar? Aku adalah kepik. Senang sekali melihatmu keluar dari rumah lamamu. Aku tahu, engkau tentu bosan kekurangan makan karena musim dan cuara yang tidak baik terus menerus. Kepergianmu tentu untuk mencari kehidupan yang lebih baik, kan?"

Si ulat pun menjawab, "Benar kepik. Aku memutuskan pergi dari sarangku untuk kehidupan yang lebih baik. Apakah engkau tahu, apa yang ada di depan sana?"

"Oh... Aku tahu, jalan ke depan yang akan kau lalui, walaupun tidak terlalu jauh tetapi terjal dan berliku, dan lebih jauh di sana ada sebuah goa yang gelap yang harus kau lalui. Tetapi setelah kamu mampu melewati kegelapan, aku beritahu: pintu goa sebelah sana terbentang sebuah tempat yang terang, indah dan sangat subur. Kamu pasti menyukainya. Di sana kau pasti bisa hidup dengan baik seperti yang kamu inginkan." Si kepik dengan bersemangat memberi dorongan kepada ulat yang tampak ragu dan ketakutan.

"Kepik, apakah tidak ada jalan pintas untuk sampai ke sana?" Tanya ulat.
"Tidak sobat. Jika kamu ingin hidup lebih baik dari hari ini, kamu harus melewati semua tantangan itu. Nasihatku, tetaplah berjalan langkah demi langkah, fokus pada tujuanmu. Niscaya kamu akan tiba di sana dengan selamat. Selamat jalan dan selamat berjuang sobat!" Sambil berteriak penuh semangat, si kepik pun meninggalkan ulat.

Kesimpulannya,
Memang benar: kemenangan adalah milik mereka yang sadar/tahu betul apa yang menjadi keinginannya, sekaligus siap menghadapi rintangan apapun yang menghadang! Pun, kesuksesan adalah milik mereka yang mau berjuang habis-habisan melalui cara-cara yang benar sampai mencapai tujuan yang diinginkan.

Pengertian sukses secara sederhana tadi, telah dipraktikkan oleh manusia sukses berabad-abad lampau sampai saat ini, sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Maka, untuk meraih kesuksesan yang maksimal, kita tidak memerlukan begitu banyak teori yang rumit. Cukup tahu hal yang ingin dicapai dan take action! Ambil tindakan!

Salam SuksesMulia! 

By: @AryAgrahwan

Sumber: www.AndrieWongso.com

Selasa, 16 Oktober 2012

Membuka Kesadaran

Alkisah, ada seorang murid yang diminta oleh sang guru untuk mengambil air di dekat sebuah sumur yang terletak di belakang perguruan.
 
Karena tidak begitu memperhatikan perintah sang guru, si murid pergilah ke sumur dan mencoba menimbanya. Tapi, yang didapat hanyalah ember kosong tanpa ada airnya. Si murid berusaha menimba lagi hingga berkali-kali. Tapi, lagi-lagi sia-sia. Dia tak sekali pun berhasil mendapat air.

Murid itu pun akhirnya merasa kesal dan jengkel. Diintipnya ke dalam sumur, yang ternyata sangat dalam dan terlihat gelap hingga ke dasar. Karena saking gelapnya, dia tak bisa melihat apa yang ada di dalam sumur.

Meski begitu, si murid pantang menyerah. Sekali lagi dan sekali lagi dia terus berusaha hingga emosinya makin memuncak. Dia makin kesal saja. Yang didapat bukannya air, tapi malah kucuran keringat yang membasahi sekujur tubuh karena memang saat itu matahari bersinar cukup terik.

Tiba-tiba, sang guru datang menghampiri muridnya. Kesempatan itu pun tidak disia-siakan oleh si murid. Dia segera menyampaikan keluhannya pada sang guru.

"Mengapa Guru tidak berkata kalau sumur ini kosong..? Mengapa saya harus menimbanya?"
Gurunya balik bertanya, "Berapa kali kamu menimba?"
Si muridmenjawab, "Sudah tak terhitung banyaknya sampai-sampai saya emosi jiwa."
Sang Guru berkata lagi, "Kalau sudah tahu kosong, mengapa harus terus menimba? Dan mengapa harus emosi dan mengapa menutup indera kesadaranmu?"

PLAK!

Kepala murid itu dipukul dengan tongkat kecil yang dibawa sang guru.
"Lihat ke samping sumur itu, di sana ada kran air dari pompa sumur. Tinggal dibuka krannya, airpun mengalir. Aku suruh kamu mengambil air di dekat sumur, bukan menimba di sumur!"

Seketika wajah murid itu merah padam... Ternyata selama ini dia hanya buang-buang energi dan emosi. Itu semua hanya karena tidak ada usaha untuk membuka "kesadaran".
Tapi akhirnya si murid mendapat "PENCERAHAN".

Nah, bagaimana dengan Anda sekalian? Dari awal membaca pasti ada yang memiliki pikiran yang sama seperti murid itu, kan? Mungkin, kita terkadang juga butuh mendapat "plak" supaya "tersadarkan. Sering kali kita marah tanpa alasan. Kita begitu emosional; padahal duduk persoalannya disebabkan karena kita sok tahu, sok yakin benar, dan tidak mau tahu. Akhirnya, kita pun menyalahkan kondisi yang ada. Padahal yang perlu diperbaiki dan diservis adalah pikiran kita.
Saat kita seakan "mentok" menghadapi satu persoalan, mari belajar untuk bersikap tenang dan mulai membuka hati. Fokus mencari solusi alternatif. Pasti, solusi tersebut muncul dengan sendirinya. 



Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan
Sumber: AndrieWongso.com

Senin, 15 Oktober 2012

Renungan (2)


Suatu sore yang sangat indah itu menjadi saat perenungan ketika Blackberry saya menyala lampu LEDnya, tak sengaja saya melihat grup @TamanhatiQu sedang membahas sebuah renungan.  Saya baca hampir 3kali kemudian saya resapi.  Begitu terkejutnya saya membaca, tipe orang yang manakah saya selama hidup ini.

Berikut adalah isi dari bm (broadcast message-nya) :

Aku khawatir terhadap suatu masa yang rodanya dapat menggilas keimanan
Keyakinan hanya tinggal pemikiran, yang tak berbekas dalam perbuatan
Banyak orang baik tapi tak berakal, ada orang berakal tapi tak beriman..
Ada lidah fasih tapi berhati lalai, ada yang khusyuk namun sibuk dalam kesendirian
Ada ahli ibadah tapi mewarisi kesombongan iblis
Ada ahli maksiat rendah hati bagaikan sufi
Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat  dan ada yang  banyak menangis karena kufur nikmat
Ada yang murah senyum tapi hatinya mengumpat dan ada yang berhati tulus tapi wajahnya cemberut
Ada orang berlisan bijak tapi tak memberi teladan dan ada pezina yang jadi tampil figure
Ada orang yang punya ilmu tapi tak paham ada yang paham tapi tak menjalankannya
Ada yang pintar tapi membodohi ada yang bodoh tapi tak tau diri
Ada orang beragama tapi tak berakhlak dan ada yang berakhlak tapi tak berTuhan
Lalu diantara semua itu dimana aku berada?


Salam SuksesMulia!

By: @AryAgrahwan